Jumat, 26 Oktober 2012

Ulang Tahun HD yang Kelima


Ini ulang tahun HD-ku yang kelima. Lima tahun sudah aku menjalani hemodialisis secara rutin. Awalnya dua kali seminggu, tapi kemudian menjadi tiga kali seminggu.
26 Oktober 2007, di RSUP Sardjito Yogyakarta, sebulan sebelum ulang tahunku yang ke-22, aku menjalani hemodialisis pertama. Masih terbayang bagaimana perawat menjemputku di ruang perawatan lalu membawaku dengan kursi roda ke ruang hemodialisis. Waktu itu aku hanya ditemani kakakku yang nomor lima, yang datang dari kampungku, Toraja. Belakangan baru menyusul Tante Ludia Tipa dan suaminya, keluargaku di Jogja.
Rasa cemas, kuatir, takut memenuhi pikiranku kala itu. Apalagi kata orang, cuci darah itu menyebabkan ketergantungan. Satu kali saja cuci darah, maka selamanya akan cuci darah. Kata orang lagi, pasien cuci darah itu tidak panjang umurnya.
Tapi aku lebih percaya kata dokter bahwa jika tidak segera cuci darah, akibatnya bisa fatal. Aku juga percaya kata seorang teman, yang juga seorang perawat, bahwa kemungkinan aku masih berada dalam, apa yang disebutnya, golden period. Suatu waktu dimana aku hanya akan melakukan cuci darah beberapa kali lalu sembuh. Sayangnya, golden period  yang dimaksud itu ternyata tak berpihak pada aku.
Lima tahun berlalu. Cuci darah menjadi kegiatan rutinku setiap minggu. Aku berusaha menjalaninya dengan sabar dan ikhlas. Kalau boleh jujur, rutinitas seperti ini benar-benar melelahkan dan membosankan. Sering bahkan terasa menyakitkan. Tapi bagaimana pun, inilah satu-satunya cara yang bisa kutempuh untuk menyambung hidup saat ini.
Bila direnungkan lebih dalam, sebenarnya masih untung aku masih bisa cuci darah. Masih untung aku berada di era yang sudah memiliki teknologi yang maju. Bisa dibayangkan jika alat cuci darah belum ditemukan, maka pasien gagal ginjal sepertiku benar-benar tinggal menunggu ajal. Masih untung juga aku masih bisa mengakses pelayanan cuci darah ini. Bisa dibayangkan seandainya aku tinggal jauh di pelosok tanah air, yang nyaris tak punya akses transportasi dan yang tak tersentuh pelayanan medis, aku pasti hanya pasrah saja menunggu ajal menjemput. Dari segi biaya, aku sungguh beruntung bisa mendapatkan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), yang dengannya aku bisa menjalani cuci darah tanpa membayar sendiri. Bayangkan jika aku harus membayar sendiri. Darimana aku dan keluargaku mendapatkan dana yang begitu besar untuk cuci darah tiga kali seminggu. Andai harta yang kami punya dijual semua pun, paling itu hanya bisa membayar beberapa bulan biaya cuci darahku. Setelah itu, lagi-lagi aku hanya tinggal menunggu ajal.
Tapi Tuhan memang maha adil. Dalam setiap kesulitan hidup Dia selalu menyiapkan jalan keluar yang tepat. Sebelum aku mengalami gagal ginjal, Tuhan sudah menyiapkan alat hemodialisis yang bisa aku akses dengan gratis. Tuhan memudahkan aku mendapatkan kartu Jamkesmas. Tuhan mempertemukan aku dengan orang-orang yang ikhlas membantu aku. Tuhan mencukupkan segala kebutuhan makan-minum, obat-obatan, dan kebutuhan medis lainnya lewat keluarga, para sahabat, dan orang lain yang mencintaiku. Tuhan menghadirkan aku dalam keluarga yang kasih sayangnya tak ada duanya. Terlebih, Tuhan memberiku kekuatan menjalani semuanya. Aku sungguh merasakan bahwa daya tahan fisik dan mentalku cukup kuat.
Sekarang, jika harus mengeluh, terlalu banyak hal yang bisa aku keluhkan. Terlalu banyak hal yang bisa membuatku menangis. Memikirkan dan merasakan penyakit dengan segala komplikasinya yang tak tahu kapan sembuhnya, sungguh menyayat hati. Melihat teman-teman yang sebagian besar sudah bekerja dan hidup mandiri, sering membuatku iri, sedih, dan minder. Aku juga ingin seperti mereka. Aku juga ingin dibutuhkan orang lain. Aku juga ingin meringankan beban keluarga. Tapi aku tak tahu harus berbuat apa. Hidup seperti ini benar-benar terasa tak berguna.
Tapi sudahlah. Ini bukan saatnya lagi untuk bersedih dan menyesali diri. Ini saatnya untuk bersyukur atas apa yang masih kita miliki. Ini saatnya untuk membangun semangat. Ini saatnya untuk membesarkan harapan dan optimisme. Ini saatnya untuk menjalani semuanya dengan perasaan sabar dan ikhlas. Ini saatnya untuk menikmati cinta dan kasih sayang dari keluarga, para sahabat, dan orang-orang disekitar kita. Ini saatnya untuk lebih hening mendengarkan suara alam dan mengaminkan kebesaran Tuhan di dalamnya. Ini saatnya untuk bertobat dan memperbaiki diri. Ini saatnya untuk jatuh bersama dedaunan, mengalir bersama air, berhembus bersama angin, dan melambung bersama awan.
Thom, met ultah HD yang kelima ya…. (tersenyum)