Sabtu, 04 Februari 2012

Ngantor

“Ga ngantor Mas?”, begitu Mas Kadino sering menyapaku saat pertama ketemu di pagi hari. Seolah-olah aku ini beneran pekerja kantoran. Tapi itulah sapaan khas Mas Kadino padaku saat ini. Aku tahu dia cuma bercanda. Tapi dalam hati aku juga diam-diam mengamini kata-kata itu. Ya, aku berharap suatu hari nanti aku benar-benar bisa ngantor di suatu kantor sungguhan, bukan di “kantor” yang sekarang, “kantor” yang sebenarnya lebih bermakna ledekan.
Memang sebagian orang mengira aku sudah bekerja. Mereka berpikir begitu hanya karena sering melihatku berangkat dari rumah sambil menggendong tas—layaknya seseorang yang mau berangkat kerja— di pagi hari, lalu pulang ke rumah dengan wajah lesu di sore hari. Bahkan kadang ada saja yang bertanya ke kakakku, “Tomas kerja dimanakah?”. Biasanya kakakku tertawa kecil dulu—karena merasa lucu dengan pertanyaan itu—baru menjelaskan fakta yang sebenarnya. Hehehe…
Faktanya, aku belum bekerja. “Kantor” yang dimaksud Mas Kadino tidak lain adalah rumah sakit tempat aku menjalani hemodialisis. Pergi ke sana rutin tiga kali seminggu, memang sudah terlihat beda-beda tipis dengan pegawai rumah sakit. Apalagi waktu yang dibutuhkan untuk berada di sana lumayan lama, sekitar 6 jam. Maka tak heran jika orang yang hanya melihatku lewat di jalan akan mengira aku benar-benar berangkat kerja.
Tapi tak apalah. Aku amini saja anggapan keliru itu—bahwa aku sudah bekerja—sebagai doa bagi masa depanku. Aku yakin, jika Tuhan berkenan menyembuhkan aku,  kelak aku pasti benar-benar bisa ngantor. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar