Sabtu, 28 Mei 2011

Antara Iman atau Kekonyolan



            Ketika saya divonis harus cuci darah, sebagian orang menyarankan saya untuk tidak menjalani vonis tersebut. Beberapa  orang yang datang mendoakan saya, meyakinkan saya bahwa Tuhan akan menolong saya. Asal percaya saja, saya pasti akan sembuh. Asal percaya saja, saya tak perlu menjalani cuci darah itu.
            Saya sungguh berada di persimpangan jalan. Mana yang harus saya ikuti, saran dokter atau saran “orang-orang beriman” itu? Yang satu merujuk pada ilmu pengetahuan dan teknologi sementara yang lain merujuk pada iman. Saya kebingungan berdiri di antara dua pilihan yang berseberangan itu, cuci darah atau tidak!
            Setiap hari dokter datang ke ruang rawat saya dan membujuk saya untuk segera cuci darah agar kondisi saya tidak bertambah para. Tetapi setiap hari pula ada saja yang meyakinkan saya untuk tidak usah cuci darah. Saya makin bingung dan terbawa dalam situasi dilematis itu. Saya mencoba mengulur waktu untuk bergumul dan berpikir keras bagi kelanjutan hidupku.
            Ah… saya tidak tahu! Saya ini peragu atau orang yang terlalu penuh pertimbangan? Atau sama saja. Dimana imanmu, hai Tomas? Oh saya ngeri membayangkan cuci darah yang katanya seumur hidup itu. Tapi aku juga belum berani menghadapi kenyataan bila kondisiku memburuk dan akhirnya mati. Saya belum siap mati! Bagaimana menjembatani kedua pertentangan ini?
            Memang ada yang sembuh setelah menolak cuci darah. Tapi tak sedikit juga yang meninggal setelah menolak cuci darah. Ada yang sembuh setelahmenjalani cuci darah, bahkan setelah rutin cuci darah selama 4 tahun. Tapi tak sedikit juga yang meninggal tak lama setelah menjalani cuci darah.
            Hmm..saya merenung. Apa sesungguhnya rencana-Mu ya Tuhan? Apakah Engkau sedang menguji imanku? Atau apakah cuci darah ini sebenarnya adalah kesempatan dan solusi yang Kau sediakan untuk menyambung hidupku? Ah..saya sungguh bingung.
---------------------
            Setelah lama merenung, rupanya  pilihan untuk cuci darah-lah yang menguat di hatiku. Ya, saya akan cuci darah saja. Rasanya iman ini terlalu kecil untuk dipertaruhkan melawan vonis itu.
            Tuhan, ampuni saya bila saya, Kau nyatakan gagal dalam ujian ini!
            Tapi ada keyakinan lain dalam diriku, bahwa cuci darah ini adalah jalan keluar yang Tuhan siapkan untuk memperpanjang visa kunjunganku di bumi ini. Mungkin Tuhan punya rencana lain yang lebih indah dengan mengizinkan aku cuci darah. Terbayang kisah Ayub dalam ingatanku…
            Tuhan kasihanilah saya. Mampukan saya melaluinya dengan sabar. Saya ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataan-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar