Sudah beberapa bulan ini saya tak lagi menyaksikan tayangan televisi. Gara-garanya pesawat televisi, atau sebut saja TV, yang ada di rumah kami kini telah rusak dan tak kunjung diperbaiki. Sebenarnya sudah pernah dipanggilkan tukang service, yang kebetulan tetangga kami juga, tapi tetap tidak bisa diperbaiki. Katanya beberapa komponen harus diganti. Sayangnya belum ada cukup duit untuk membeli komponen yang cukup mahal itu. Akhirnya TV itu dibiarkan saja untuk menikmati dulu istrahat panjangnya.
Sebenarnya terpikir juga untuk membeli saja TV baru, ketimbang membeli komponen yang mahal itu. Tapi rupanya, si kakak (sang tuan rumah) belum punya cukup dana. Hmm..seandainya ini sudah tanggal 33 dimana saya gajian, pasti saya sendiri yang akan membelinya. Hehehe...
Sejak itu rumah menjadi lebih sepi. Tak ada lagi suara berisik anak-anak, teman-teman keponakan saya, yang tiap hari mengadakan acara nonton bareng di rumah. Ah..anak-anak itu, kadang menghibur kadang menyebalkan. Menghibur kalau saya kebetulan tak punya teman di rumah. Tapi menyebalkan kalau mereka berisik saat saya mau istirahat siang.
Tapi setelah saya pikir-pikir, ada sisi positifnya juga TV itu rusak. Dengan rusaknya TV itu, menjadi lebih mudah menemukan ketenangan di dalam rumah. Seperti kata saya di atas, tak ada lagi suara berisik anak-anak dan juga tak ada lagi suara berisik dari TV itu sendiri, yang kadang nonstop hidup dari pagi sampai malam. Kuping kini terasa lebih ringan. Istrahat siang pun bisa lebih puas.
Belum lagi kalau dihubungkan dengan isi tayangan TV. Tayangan berita, gosip, dan sinetron yang mendominasi acara TV kebanyakan bernuansa pertentangan, kekerasan, amarah, benci, dendam, kejahatan, bencana serta aneka keburukan lain. Dari pagi sampai pagi lagi.
Maka saya segera teringat dan setuju dengan Gede Prama yang pernah menulis, “Ia yang intensif bergumul dengan media (cetak, radio, televisi, internet, dan lain-lain) di awal abad ke-21 ini akan merasakan bila bibit-bibit kemarahan dan dendamlah yang paling banyak disirami manusia kebanyakan. Perhatikan apa yang disebut ‘berita’ oleh orang-orang media. Nyaris semuanya menyulut dendam dan kemarahan. Aspek-aspek kejadian yang membawa keteduhan dan kesejukan, masuk dalam klasifikasi ‘bukan berita’” (Sambutan pada buku Andy’s Corner).
Benar juga. Sepertinya ada saja tayangan yang membuat kita bereaksi secara emosional. Hanya gara-gara menonton berita, seseorang dapat mengomel atau marah-marah sendiri. Bahkan saya sendiri, saking jengkelnya pada suatu berita, ingin rasanya melempar layar TV dengan gelas. Bahaya euy!
Maka setelah TV itu rusak, saya mulai berpikir mungkin inilah kesempatan untuk menikmati ketenangan serta kedamaian hati dan pikiran. Jauh dari hiruk-pikuk politik, kriminal dan perguncingan. Saatnya untuk lebih banyak merasakan keadaan sekitar. Suara orang dari luar rumah, kicauan burung, suara kendaraan yang lewat, gonggongan anjing, atau sekadar suara angin menyibak pepohonan.
Seperti kata Gede Prama, “… ia yang menyirami hatinya dengan banyak kesejukan dan keteduhan, kesabaran, persahabatan, memaafkan, cinta serta kasih sayang akan menuai keteduhan dan kesejukan dalam kehidupan” ( Sambutan pada buku Andy’s Corner).
Hmm…sepertinya saya sedang menghibur diri atas rusaknya TV kami!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar