Kamis, 05 Mei 2011

Dokter, Sentuhlah Aku!

        Jumat, 7 Januari 2011, dengan panik saya minta dilarikan ke rumah sakit. Saat itu tekanan darah saya sangat tinggi. Saking tingginya, tensimeter dengan range pengukuran 1-299 mmHg menunjukkan hasil error. Jantung saya berdetak kencang, nafas sesak, dan pandangan mulai kabur berkunang-kunang serta sulit berkonsentrasi. Saya dipapah turun dari tangga rumah hingga masuk ke taksi.
        Setelah tiba di rumah sakit, saya langsung masuk ke unit gawat darurat. Kakak saya kemudian mengurus registrasi pasien. Setelah registrasi selesai, saya diminta oleh perawat berbaring di atas tempat tidur. Perasaan saya masih tidak enak, rasanya seperti melayang. Jantung masih berdebar-debar dan nafas belum beraturan. Dua mahasiswa keperawatan datang menanyai saya apa saja keluhan saya, mengukur tekanan darah saya kemudian menulisnya dalam lembar rekam medik.
        Tak berapa lama datanglah seorang dokter. Dia menanyakan apa keluhan saya. Saya katakan bahwa ketika di rumah tekanan darah saya sangat tinggi sampai saya merasa oleng dan sesak. Kemudian dia menanyakan obat apa yang saya minum. Saya pun memberi tahu semua obat yang saya minum.


        Dugaan saya, selanjutnya sang dokter akan segera mengambil stetoskop lalu memeriksa keadaan fisik saya. Tapi ternyata tidak! Dia hanya mengatakan, “Ya sudah, istirahat saja. Besok baru HD”, lalu meninggalkan saya.
        Saya kecewa. Kecewa karena tidak merasakan arti kehadiran seorang dokter di situ. Dialog yang begitu singkat tidak cukup menunjukkan adanya kepedulian dokter atas keadaan saya. Dokter tidak menangkap kekhawatiran saya. Ketika kakak saya memberi tahu dokter bahwa di lengan saya muncul bercak-bercak merah saat ditensi, tanpa mencoba memeriksa terlebih dahulu, dia mengatakan itu tidak apa-apa. Sebenarnya saya ingin meminta penjelasan dokter kenapa bisa muncul bercak merah, tetapi dia terlihat cuek di sudut ruangan. Saya sempat khawatir jangan-jangan saya terkena demam berdarah. Tapi syukurlah bukan.
        Satu hal yang membuat saya bisa bersyukur saat itu adalah tensi saya yang mulai turun dan perasaan saya yang menjadi lebih tenang. Hingga saya keluar dari UGD esok paginya, tak sekali pun dokter menyentuh saya. Saya jadi heran dan bertanya sendri dalam hati? Gimana ya dokter bisa tahu keadaan pasien, apalagi memastikan tidak apa-apa, kalau dia tidak melakukan pemeriksaan fisik? Mungkin itulah kelebihan dokter. Entah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar