Karena Cinta Aku Hidup (Kembali)1)
“Cintanya yang sedemikian besar selaksa tak kan pernah habis padaku. Tiada pernah kurasakan sedemikian besarnya seseorang memberikan segala yang ada pada dirinya hanya untuk diriku, seorang saja, tiada yang lain.” Demikian kesaksian Vero tentang cinta suaminya, Yan.
Yan seorang yang tidak banyak bicara dan cenderung pendiam. Namun di balik sifat pendiamnya itu, sesungguhnya dia adalah orang yang penuh perhatian dan kasih sayang. Dia juga adalah seorang pencinta sejati, terutama untuk istrinya, Vero.
Cinta sejati Yan untuk Vero sungguh teruji sekaligus terbukti ketika dia dengan setia mendampingi Vero menjalani masa-masa kritis di rumah sakit. Tidak hanya korban waktu, tenaga, dan materi, tetapi jauh daripada itu Yan mengalami tekanan batin dan kesedihan yang teramat sangat menyaksikan belahan jiwanya tak berdaya di ranjang ICU RS St. Borromeus, Bandung.
Berhari-hari Vero koma akibat serangan stroke hebat. Dan dalam keadaan seperti itu diketahui pula bahwa ginjalnya mendadak tidak berfungsi. Vero mengalami gagal ginjal akut dan harus menjalani cuci darah.
Kesedihan Yan semakin dalam tatkala mengetahui bahwa janin yang dikandung Vero, calon anak mereka, telah meninggal akibat kejang-kejang yang dialami Vero.
Hati Yan sungguh hancur menerima kenyataan bahwa anak yang sangat mereka cintai, yang sangat mereka nantikan, buah cintanya dengan Vero, kini telah tiada. Bagaimana menjelaskan hal ini kepada Vero nanti bila dia sudah sadar?
Belum habis kesedihan Yan, masalah lain harus kembali dihadapi. Untuk menyelamatkan Vero, janin tak bernyawa itu harus segera dikeluarkan dari rahim Vero. Tapi bagaimana mengeluarkan janin itu dari rahim Vero, sementara Vero masih koma? Ini sangat berisiko. Nyawa Vero jadi taruhannya.
Cuma ada dua solusi, operasi sesar atau disedot. Tapi solusi manapun yang dipilih, Yan harus rela dan ikhlas menerima kenyataan bahwa tubuh janin itu tidak akan utuh lagi. Pasti ada bagian yang terpotong. Di kedalaman hatinya, Yan tentu saja tidak akan setuju dan tidak akan rela bila jenazah janin itu dipotong-potong. Meskipun sekarang tinggal jenazah, tetapi di dalamnya menyatu cinta suci Yan dan Vero. Sesuatu yang bagi mereka sangat berharga. Yan merasa serba salah.
Namun akhirnya, dengan segala pertimbangan, atas persetujuan Yan, tim medis memutuskan untuk mengeluarkan jenazah janin itu dengan cara disedot. Tinggal menunggu waktu saja jika keadaan Vero agak stabil.
-----------------------
Yan menunggu “saat” itu dengan penuh kegelisahan. Derita Vero, istrinya tercinta, sungguh terasa di hatinya.
Namun Yan seorang pria yang tegar dan beriman. Meskipun sedih, dia tetap insaf dan lapang dada. Dia selalu mengingat Sang Pencipta. Dia selalu berserah pada-Nya, ternasuk menyerahkan penderitaan Vero. Dia percaya bahwa kehendak Tuhan-lah yang terbaik, apa pun itu.
Maka dalam menunggu waktu yang tepat untuk menyedot jenazah bayi itu, Yan bergumul dengan doa tiada henti. Setiap pagi dia selalu hadir dalam Misa2) Pagi. Dia juga rajin berdoa di samping Vero. Yan ingin membekali Vero dengan sebuah kekuatan dari doa.
--------------------------
Senin, 6 Agustus 2007, Yan datang ke ruang ICU untuk mendoakan Vero. Hari itu telah dijadwalkan untuk melakukan penyedotan.
Tetapi ketika Yan mendekat ke ranjang Vero, seorang perawat mendadak menghampirinya. “Pak…, anak Bapak sudah lahir. Sepertinya Bu Vero sudah melahirkan”.
Hah!?... Vero sudah melahirkan? Bagaimana mungkin ini terjadi? Sedangkan ibu dari janin itu sendiri, tersadar pun belum.
Yan masih heran tak percaya. Tapi itulah kenyataan. Jenazah janin itu sungguh ada, persis di samping ibunya yang masih koma. Jenazah janin itu utuh. Dan tak seorang pun tahu bagaimana ia keluar dari rahim ibunya. Tiba-tiba saja jenazah janin itu sudah ada di sana.
Wow… ini sungguh luar biasa. Ini sungguh mujizat. Jenazah janin itu lahir tanpa bantuan siapa-siapa. Yan percaya, Tuhan-lah yang telah melakukan semua ini. Tuhan-lah yang telah menolong istrinya.
-------------------------------
Sejak itu, kondisi Vero pelan-pelan mulai menunjukkan perkembangan positif. Bahkan dia akhirnya tersadar dari komanya. Dan sedikit demi sedikit kesehatannya mulai pulih.
Yan terus mendampingi Vero dengan setia. Kasih sayangnya tak pernah surut meskipun dihadiahi aneka kerepotan dalam mengurus Vero. Dia juga tiada henti berdoa bagi kesembuhan Vero. Yan merasa tak sanggup hidup tanpa Vero di sisinya. Baginya, Vero adalah segala-galanya.
Berkat doa dan cinta tanpa batas dari Yan, Vero dikuatkan dan berhasil melalui masa-masa kritis dalam hidupnya. Suatu masa yang berada di antara hidup dan mati. Kekuatan doa Yan telah mengantar Vero kepada kesembuhan.
Kini Vero telah sembuh. Sungguh-sunggug sembuh. Vero sembuh dari stroke yang mengancam jiwanya. Dan juga terbebas dari keharusan cuci darah. Padahal sebelumnya, dia telah diprediksi akan rutin cuci darah dua kali seminggu seumur hidup. Puji Tuhan, Vero hanya sepuluh kali menjalani cuci darah itu dan fungsi ginjalnya kembali normal.
Selain itu, kekhawatiran dokter ahli syaraf bahwa Vero akan mengalami amnesia panjang dan keterbelakangan mental, nyatanya tidak terbukti.
Saat ini bersama Yan, suaminya tercinta, mereka bersaksi kemana-mana tentang mujizat yang mereka alami dan juga tentang kekuatan doa yang menyembuhkan. Di atas semua itu, mereka mengimani bahwa cinta Tuhan-lah yang telah menghidupkan Vero kembali.
1)Disarikan dari novel inspiratif, “Karena Cinta Aku Hidup (Kembali)”, tulisan Anjar Anastasia, penerbit Kanisius 2010.
2)Kebaktian umat Katolik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar