Minggu, 19 Juni 2011

Mereka yang Penuh Cinta


            Kehadiran para keluarga pasien di ruang HD ini sering membuatku begitu terharu. Perhatian dan kasih sayang mereka yang besar rasanya tak sedikit pun surut meskipun telah berlalu sekian tahun. Mereka tetap setia mendampingi dan merawat anggota keluarganya yang kini menjadi pasien HD.
            Di antara mereka, ada istri yang merawat suaminya, ada suami yang merawat istrinya, ada orangtua yang merawat anaknya, ada anak yang merawat orangtuanya, ada kakak yang merawat adiknya, ada adik yang merawat kakaknya, ada saudara yang merawat saudaranya, dan ada berbagai hubungan kekeluargaan yang lain.
---------------------------
            Mendampingi dan merawat pasien HD memang punya tantangan tersendiri. Dibutuhkan kesabaran ekstra. Bayangkan setiap mau HD, dua kali atau tiga kali seminggu, sebagian pasien harus ditemani ke RS. Dan di RS, sering masih banyak hal yang harus dilakukan. Mulai dari menyuapi, memijat, mengipasi, membangunkan lalu membaringkan kembali, mengantar keluar-masuk kamar mandi, mengambil obat ke apotek, mengambil darah ke PMI, dan berbagai kebutuhan lain.
            Tak ada kata bosan meskipun rutinitas yang sama itu telah mereka lakukan selama bertahun-tahun. ‘Waktu’ tak mampu memudarkan cinta mereka yang tulus. Segala usaha terbaik tetap mereka lakukan dengan sabar dan tanpa mengeluh.
            Ya, aku tahu mereka capek dan butuh istirahat. Aku juga tahu bahwa banyak urusan lain yang sebenarnya harus mereka kerjakan. Tapi demi mendampingi dan merawat sang pasien, semua ‘urusan lain’ itu dijadikan prioritas yang ke sekian.
-----------------------------
            Sikap pasien yang kadang berubah menjadi lebih emosional menjadi tantangan tersendiri. Sebagian pasien biasanya tidak mampu mengendalikan diri sehingga hal sepele pun bisa membuatnya marah-marah. Karena itu, keluarga yang mendampingi harus siap mental serta kesabaran ekstra.
            Dan itulah yang terjadi! Mereka selalu bisa memaklumi bahwa sifat emosional itu hanyalah dampak dari penyakit yang kini diderita pasien. Mereka tak membalas. Sebaliknya mereka berlapang dada menjadi tempat “pelampiasan” sikap emosional sang pasien.
            Pada kesempatan yang lain, ketika kondisi pasien sedang drop, tampak wajah mereka tampak begitu sedih dan gelisah. Mata mereka yang berkaca-kaca menjadi ekspresi kekhawatiran yang sangat dalam. Mereka khawatir, jangan-jangan itu adalah saat-saat terakhir kebersamaan mereka dengan pasien.
-------------------------------
            Mereka, para keluarga pasien itu, sungguh telah menunjukkan arti ketulusan yang sejati. Semua dilakukan tanpa pamrih, tanpa perhitungan untung-rugi. Juga tidak selalu karena alasan balas budi. Buktinya, kakakku, yang tak pernah berhutang budi padaku, tho tetap ikhlas dan setia merawat aku sejak 3,5 tahun lalu hingga sekarang. Semua dilakukan semata-mata karena cinta dan kasih sayang yang besar. Bercerita tentang cinta kakakku itu, bisa membuat air mata ini jatuh di atas keyboard. Takutnya komputer ini jadi korslet dan rusak. Jadi sebaiknya tak kulanjutkan J.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar